Majalah Tabloid Rumah
Tabloid Rumah I Edisi 324 • XIII • 21 Agustus – 03 September 2015
Sang Penakluk Gedung Tinggi
Ir. Davy Sukamta, Fellow P.E.
Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia
ABSTRACT
Sosok Davy Sukamta kian dikenal sebagai konsultan rancang bangunan termahal di Indonesia. Di balik semua itu, tentu ia harus melewati segepok lika-liku. Dengan tekad dan keuletan yang ia pegang teguh, akhirnya ia mampu mewujudkan mimpi besarnya, yaitu membangun gedung tinggi.
Senyumnya seraya mengembang ketika mengenang masa-masa dulu ia memutuskan untuk berkuliah di jurusan Teknik Sipil. Davy memang mencintai ilmu fisika dan mekanika sehingga tekadnya semakin kuat untuk masuk ke jurusan idamannya.
KEINGINAN BESAR UNTUK MERANCANG
“Waktu saya kuliah saya baca-baca. Saya kepingin bisa desain. Baca beberapa buku. Setiap kali saya punya uang sisa saya belikan buku. Tambah lama keinginannya kuat. Ya udah kebayang aja kepingin bangun gedung tinggi,” tuturnya.
“Perancangan itu kalau dikerjakan dengan benar sebenarnya tanggung jawabnya berat. Harus punya kecintaan pekerjaan itu baru dapat merasakan senang,” ucapnya menegaskan. Keinginannya untuk merancang seiiring dengan keadaan keuangannya. Davy harus membiayai kuliahnya sendiri sehingga ia mau tak mau harus bekerja sambil kuliah. Semua pengalaman kerjanya itu membuatnya tambah jatuh hati pada dunia perancangan hingga akhirnya, setelah merasa punya cukup pengalaman, ia membuka usahanya sendiri di tahun 1989.
Mengawali usaha pertamanya, ia mulai merancang kawasan hunian dengan menggawangi Davy Sukamta and Partners dengan dirinya sebagai direktur utama. Sampai sekitar akhir 80-an ia pun mulai dipercaya untuk merancang gedung tinggi. Bahkan ketika tahun 1994 ia merancang Armatapura di Lippo Karawaci yang merupakan satu-satunya gedung yang berdiri di atas 50 lantai saat itu.
Baginya, untuk memperjuangan itu semua tentu bukanlah hal yang mudah. Kuncinya terus belajar seolah tanpa beban. “Tantangannya itu ada pada diri sendiri. Kalau kita merasa cepat puas tidak dapat maju. Ketika itu kami belajar banyak dari adviser si klien yang biasanya adviser dari Amerika. Kita mesti korek. Jadi akhirnya kita perlu otodidak dan tidak boleh berhenti belajar.” Kini, namanya mampu menembus pasar properti.
Hingga saat ini tercatat kurang lebih 300 proyek yang telah ia kerjakan. Bahkan salah satunya, yaitu proyek Armatapura, pernah meraih penghargaan Indonesian Construction Award sebagai kategori gedung tinggi. Setelah itu ia mulai dipercayai untuk menjadi juri di acara tersebut. Kian hari, serangkaian permintaan pun berdatangan silih berganti. Sampai-sampai ia harus membatasi tawaran proyek yang ia terima, yakni 10 proyek per tahun.
Ia tak ingin sekadar mengejar omset sebanyak mungkin tanpa mementingkan hasil yang optimal. Ia mengungkapkan, baginya yang terpenting adalah “Pertama kualitas yg baik. Kedua saya tidak mau mengeksploitasi tenaga manusia. Kalau asal dan ingin cepat dikejar hasilnya akan jelek,” begitulah ujar pria yang menempuh pendidikan di Universitas Parahyangan Bandung ini.
PERNAH JATUH JUGA
Namun, terlepas dari itu semua, ia juga pernah mengalami saat posisi perusahaannya berada di bawah. Siapa menyangka bahwa krisis ekonomi yang terjadi berkisar tahun 1997-1998 itu ternyata sangat terasa menyakitkan bagi para pelaku bisnis yang mengalami keterpurukan kondisi finansial. Tak terkecuali Davy Sukamta and Partners yang kini lebih dikenal dengan Davysukamta Konsultan.
Kendati demikian, ia menerapkan strateginya sendiri untuk menuntaskan masalah pelik yang dilandanya. Ia lebih memilih untuk mempertahankan staf-staf senior yang bekerja dengan dirinya. Saat itu, kebetulan memang ia juga memiliki cadangan keungan yang lumayan untuk menggaji pegawai-pegawainya. “Kalau uang itu habis, saya tutup,” begitulah jalan terakhirnya.
Namun, sepertinya nasib baik sedang memihak padanya. Sekitar tahun 1999 mulai banyak proyek-proyek renovasi yang ia kerjakan sehingga apa yang ia rencanakan selama ini berjalan dengan baik. Hasilnya memang luar biasa. Perusahaannya mulai jaya dan bangkit kembali. “Banyak perusahaan yang tidak bisa bangkit karena tenaga ahlinya sudah hilang,” ucapnya.
BERGABUNG DENGAN HAKI
Davy sekarang dikenal sebagai ketua Himpunan Ahli Kontruksi Indonesia (HAKI). Bermula ada seorang arsitek senior yang berkata padanya, “Kalau kamu mau maju kamu harus masuk asosiasi. Kemudian mengembangkan diri di sana”. Kata-kata itu tertanam dalam dirinya sehingga ia meniatkan diri untuk terlibat dalam organisasi ini.
Ketika itu pertama kali ia masuk ditugaskan sebagai seksi untuk pendidikan berkelanjutan pada sekitar tahun 1994. Selang lima tahun kemudian, dirinya dipercaya untuk menjabat sebagai ketua. Hingga saat ini pun ia masih dipercaya untuk menjabat sebagai ketua yang sudah masuk dalam 4 periode. “Jadi ketua sudah 4 kali periode dengan pergantian setiap 3 tahun. Yang ke-4 kali saya mundur. Tapi belakangan diminta lagi, dari 2014 ke 2017 saya pegang lagi,” ceritanya seraya tersenyum ramah.
Baginya, HAKI dianggap memiliki peranan penting sebagai organisasi keahilan. Menurutnya, banyak organisasi keahlian di Indonesia namun yang mau mengembangkan ilmu pengetahuan masih sedikit. HAKI sangat rutin menjalankan seminar maupun pelatihan dengan kadar teknik keilmuan yang terbilang up to date. Belum lagi banyak di luar sana yang melakukan sertifikasi dengan sangat mudah. Namun, tidak dengan HAKI yang harus melawati proses panjang demi meraihnya.
“Kami menggodok bagaimana melakukan sertifikasi. Dibuktikan dengan pengalaman kerja, membuat karangan, tes wawancara dan sebagainya. Kemudian masuk berkasnya ke badan sertifikasi,” tutur Davy saat menjelaskan cara memperoleh sertifikasi HAKI.
Dengan ikut berkontribusi pada HAKI ia mengharapkan dapat menyumbangkan ilmunya pada orang-orang yang membutuhkan demi kemajuan negara ini. HAKI dinilainya dapat dijadikan sebuah forum yang mampu membagikan ilmu yang bermanfaat, seperti diadakannya seminar-seminar maupun pelatihan yang diadakan rutin oleh HAKI.